PD. IPM Kotim mengikuti pawai dalam rangka Musda Muhammadiyah beberapa waktu lalu Kepemimpinan Berkemajuan dalam Sistem Kaderisasi Ikat...
PD. IPM Kotim mengikuti pawai dalam rangka Musda Muhammadiyah beberapa waktu lalu |
Oleh :
Khilmi Zuhroni
Abstrak
Kaderisasi
dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) merupakan proses strategis dalam
membentuk generasi pelajar berkemajuan. Dalam konteks keorganisasian modern,
kepemimpinan kader IPM tidak sekadar proses administratif, tetapi gerakan
pembentukan manusia unggul yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan kemanusiaan
universal. Artikel ini mengkaji konsep kepemimpinan berkemajuan dalam
perspektif sistem perkaderan IPM dengan merujuk pada paradigma “Gerakan Pelajar
Berkemajuan” (GPB) dan pemikiran Haedar Nashir tentang gerakan pencerahan.
Kajian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kader IPM merupakan sintesis antara
dakwah pencerahan, pendidikan kritis, dan praksis sosial transformatif yang
menuntun pelajar untuk menjadi pemimpin perubahan (agent of change) di berbagai
lini kehidupan.
Kata Kunci:
Kepemimpinan, Kaderisasi, IPM, Muhammadiyah, Gerakan Pencerahan, Pelajar
Berkemajuan.
Pendahuluan
Dalam pandangan
Muhammadiyah, kepemimpinan tidak hanya berarti kemampuan mengatur organisasi,
tetapi juga membangun manusia yang tercerahkan dan berkemajuan. Haedar Nashir
(2014) menegaskan bahwa gerakan Islam harus mampu membebaskan,
memberdayakan, dan memajukan umat menuju peradaban utama. Prinsip ini
sejalan dengan tujuan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang berkomitmen
mencetak pelajar berakhlak mulia, cerdas, dan berdaya saing global.
Kepemimpinan
kader IPM lahir dari sistem perkaderan yang matang, sebagaimana dijelaskan
dalam Sistem Perkaderan IPM (SPI, 2014), yang menempatkan kader sebagai
subjek aktif dalam proses tarbiyah dan dakwah. Sistem ini menegaskan bahwa
perkaderan adalah “proses pembentukan manusia berjiwa pelajar berkemajuan” —
individu yang memiliki kemampuan spiritual, intelektual, sosial, dan
kepemimpinan yang integratif.
Dengan
demikian, artikel ini akan membahas: (1) paradigma kepemimpinan berkemajuan
dalam Muhammadiyah; (2) filosofi kepemimpinan dalam sistem perkaderan IPM; dan
(3) relevansi kepemimpinan kader IPM terhadap tantangan generasi pelajar masa
kini.
1. Paradigma
Kepemimpinan Berkemajuan dalam Muhammadiyah
Haedar Nashir
menjelaskan bahwa gerakan Muhammadiyah sejak awal merupakan gerakan
pencerahan (tanwir), yaitu dakwah yang memajukan kehidupan dan
menolak bentuk kegelapan sosial (al-dhulumat) menuju cahaya peradaban (al-nur).
Dalam kerangka ini, kepemimpinan dipahami bukan sebagai kekuasaan, melainkan
amanah untuk mencerdaskan dan menyejahterakan umat.
Kepemimpinan
berkemajuan mengandung tiga karakter utama:
- Liberatif (membebaskan) — pemimpin berperan
membebaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, dan ketertinggalan,
sesuai spirit QS Al-Ma’un.
- Empowerment (memberdayakan) — pemimpin
menumbuhkan potensi kader agar mandiri dan berdaya.
- Transformative (memajukan) — pemimpin
menciptakan perubahan sosial yang beradab dan berkeadilan.
Muhammadiyah
menolak bentuk kepemimpinan otoriter dan feodalistik. Kepemimpinan ideal adalah
kepemimpinan profetik: berlandaskan nilai kenabian, rasionalitas, dan etika
kemanusiaan. Dalam konteks IPM, model kepemimpinan profetik ini menjadi ruh
dalam proses kaderisasi pelajar yang visioner.
Perkaderan IPM
adalah proses tarbiyah dan da’wah untuk menumbuhkan potensi
pelajar agar menjadi pemimpin yang berjiwa Islam berkemajuan. Dalam struktur
sistemnya, IPM menempatkan kepemimpinan sebagai bagian integral dari Gerakan
Pelajar Berkemajuan (GPB), yang berpijak pada tiga pilar: pencerdasan,
pemberdayaan, dan pembebasan.
a.
Dimensi Ontologis:
Kader sebagai Subjek Perubahan
Ontologi
perkaderan IPM berpijak pada gagasan KH Ahmad Dahlan tentang manusia sebagai
makhluk berkehendak dan berfitrah untuk tumbuh. Oleh karena itu, kepemimpinan
kader bukan hasil instruksi, tetapi hasil kesadaran diri (self-awareness) yang
ditumbuhkan melalui proses belajar yang kritis dan reflektif.
b.
Dimensi
Epistemologis: Agama Nalar dan Islam Berkemajuan
Kepemimpinan
dalam IPM mengakar pada “agama nalar” — integrasi antara wahyu dan akal.
Pemimpin kader dituntut untuk berpikir ilmiah, berani mengambil keputusan
berdasarkan analisis rasional, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai landasan moral.
Prinsip Nûn, walqalami wamâ yasthurûn (QS Al-Qalam:1) menjadi simbol
kepemimpinan yang literatif dan reflektif: membaca realitas, menulis peradaban.
c.
Dimensi Aksiologis:
Kepemimpinan yang Etis dan Humanis
Nilai-nilai
kepemimpinan IPM menekankan integrasi iman, ilmu, dan amal. Pemimpin sejati
adalah yang berilmu, berakhlak, dan bermanfaat bagi sesama (rahmatan lil
‘alamin). Aksiologinya menghendaki pemimpin yang tidak hanya cakap teknis,
tetapi juga memiliki kepekaan sosial, empati, dan tanggung jawab moral terhadap
kemanusiaan.
3. Model
Kepemimpinan dalam Kaderisasi IPM
Sistem
Perkaderan IPM membentuk kepemimpinan melalui jenjang pelatihan Taruna
Melati (TM I–III) dan Pelatihan Fasilitator Perkaderan (PFP). Setiap
tahap melatih dimensi spiritual, intelektual, sosial, dan manajerial kader.
Model kepemimpinan IPM dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk utama: Pertama, Kepemimpinan Spiritual (Spiritual Leadership). Kader dibentuk melalui ibadah, akhlak, dan internalisasi nilai tauhid. Nilai utama adalah keikhlasan dan amanah. Kepemimpinan spiritual membentuk fondasi moral yang kokoh dan menolak pragmatisme kekuasaan.
Kedua, Kepemimpinan Intelektual (Intellectual Leadership). Didasarkan pada tradisi iqra’ dan tanwir, kader diarahkan menjadi pelajar berpikir kritis, terbuka terhadap ilmu pengetahuan, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Hal ini sejalan dengan semangat Muhammadiyah membangun manusia berilmu dan berkemajuan.
Ketiga, Kepemimpinan Sosial (Social-Transformative Leadership). Kader IPM dididik untuk hadir di tengah masyarakat, menjadi problem solver, bukan sekadar pengamat. Kegiatan advokasi pelajar, gerakan lingkungan, literasi digital, dan gerakan sosial menjadi bagian dari bentuk kepemimpinan sosial yang aktual.
Model ini
menjadikan kepemimpinan IPM bersifat interkonektif—menghubungkan iman,
ilmu, dan realitas sosial (hadharah al-nash, al-‘ilm, dan al-falsafah).
4.
Kepemimpinan Kader IPM dalam Konteks Gerakan Pelajar Berkemajuan
Paradigma Gerakan
Pelajar Berkemajuan (GPB) menegaskan bahwa pelajar harus menjadi pelaku
sejarah, bukan sekadar objek pendidikan. Dalam konteks ini, kepemimpinan kader
IPM diarahkan untuk:
- Membentuk Kesadaran Kritis. Melalui pendekatan paedagogis-apresiatif, kader diajak membaca realitas sosial dengan kacamata Qur’ani dan ilmiah. Ini menumbuhkan kemampuan analitis dan kepekaan terhadap ketidakadilan sosial.
- Menumbuhkan Etos Kreatif dan Inovatif. GPB menuntut kader menjadi pelajar kreatif, bukan dogmatis. Kreativitas menjadi wujud ibadah intelektual yang berorientasi pada kemaslahatan.
- Membangun Kolaborasi dan Kepemimpinan Kolektif. Kepemimpinan IPM tidak mengenal kultus individu. Ia berbasis kolegialitas dan partisipasi, mencerminkan semangat demokrasi Islam yang inklusif.
Dengan
demikian, kepemimpinan kader IPM bukanlah hierarki komando, tetapi jaringan
nilai dan kerja kolektif yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dalam konteks
modern.
5. Relevansi
Kepemimpinan Kader IPM di Era Global
Era globalisasi
dan digitalisasi menuntut model kepemimpinan baru yang adaptif, etis, dan
berakar pada nilai spiritual. Kepemimpinan IPM yang berbasis Islam
berkemajuan memiliki beberapa relevansi strategis:
- Resiliensi Moral di Tengah Krisis Nilai. Ketika generasi muda terancam hedonisme dan disinformasi, kader IPM hadir sebagai pelajar berkarakter moral, mengedepankan kejujuran, integritas, dan tanggung jawab sosial.
- Kepemimpinan Literasi dan Digital. Prinsip Iqra’ diterjemahkan menjadi budaya literasi dan riset digital. Pemimpin IPM adalah pelajar yang melek informasi, mampu mengelola data, dan menyebarkan narasi pencerahan di ruang digital.
- Kepemimpinan Ekologis dan Kemanusiaan Global. Gerakan pencerahan Muhammadiyah mendorong tanggung jawab ekologis dan solidaritas kemanusiaan lintas bangsa. Kader IPM menjadi pemimpin muda yang peduli pada isu lingkungan, perdamaian, dan keadilan sosial global.
Kesimpulan
Kepemimpinan
dalam kaderisasi IPM merupakan puncak dari proses pendidikan Islam berkemajuan.
Ia mengintegrasikan dakwah pencerahan Muhammadiyah dengan praksis sosial
pelajar modern. Kader IPM diarahkan untuk menjadi pemimpin spiritual yang
ikhlas, intelektual yang kritis, dan sosial yang transformatif.
Dengan sistem
perkaderan yang berbasis nilai tanwir (pencerahan) dan paradigma Gerakan
Pelajar Berkemajuan, IPM telah membangun format kepemimpinan yang relevan
dengan zaman: kepemimpinan profetik yang berorientasi pada perubahan dan
kemaslahatan universal.
Daftar
Pustaka
Haedar Nashir. (2015).
Muhammadiyah dan Gerakan Pencerahan untuk Indonesia Berkemajuan.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Pimpinan Pusat Ikatan
Pelajar Muhammadiyah. (2014). Sistem Perkaderan Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Yogyakarta: PP IPM.
Muarif. (2013). Pendidikan
Progresif KH Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Paulo Freire. (2005). Pendidikan
Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES.
George F. Kneller.
(1964). Introduction to the Philosophy of Education. New York: Wiley.
Tidak ada komentar