Prof. Dien Syamsudin saat kunjungan di Sampit beberapa waktu lalu Kepribadian Muhammadiyah antara Ideologi dan Implementasi Oleh : Khilmi Zu...
Prof. Dien Syamsudin saat kunjungan di Sampit beberapa waktu lalu |
Kepribadian Muhammadiyah antara Ideologi dan Implementasi
Oleh : Khilmi Zuhroni
Abstrak
Tulisan ini
membahas kepribadian Muhammadiyah sebagai manifestasi ideologi Islam
berkemajuan dan bagaimana nilai-nilai ideologis tersebut diimplementasikan
dalam praksis sosial, pendidikan, dan dakwah. Dengan menelusuri konsep dasar Kepribadian
Muhammadiyah dan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH),
artikel ini menelaah relasi dialektis antara nilai-nilai ideologis—yakni
tauhid, amar ma’ruf nahi munkar, tajdid, dan kemasyarakatan—dengan implementasi
gerakan di lapangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berbasis
studi literatur dan analisis normatif-teologis. Hasil kajian menunjukkan bahwa
kepribadian Muhammadiyah bukan sekadar panduan moral, tetapi merupakan sistem
nilai yang membentuk ideologi gerakan dan praksis sosial secara integral.
Ideologi Muhammadiyah terbukti mampu menyesuaikan diri dengan konteks modern
tanpa kehilangan keaslian ajaran Islam.
Kata kunci:
Muhammadiyah, ideologi, kepribadian, tajdid, dakwah berkemajuan
Pendahuluan
Sejak
berdirinya pada tahun 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah telah menempuh
jalan panjang sebagai gerakan Islam modern yang menggabungkan dimensi teologis,
intelektual, dan sosial. Dalam konteks gerakan Islam Indonesia, Muhammadiyah
menempati posisi unik sebagai organisasi yang memadukan purifikasi
ajaran Islam dengan modernisasi praksis sosial.
Kepribadian
Muhammadiyah, sebagaimana ditetapkan dalam keputusan Muktamar ke-35 tahun 1962
dan diperbaharui oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2024), memuat jati diri
gerakan yang berlandaskan tauhid, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, dan semangat
tajdid (pembaruan). Nilai-nilai tersebut menjadi dasar ideologis yang membentuk
perilaku dan sistem amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan,
sosial, dan pemberdayaan masyarakat.
Sebagaimana
dinyatakan dalam dokumen resmi Kepribadian Muhammadiyah, “Maksud
gerakannya ialah dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar yang ditujukan kepada
dua bidang: perseorangan dan masyarakat”. Artinya, Muhammadiyah menempatkan
dakwah bukan hanya sebagai aktivitas religius, tetapi juga sebagai proses
transformasi sosial menuju masyarakat utama yang diridai Allah SWT.
Kerangka
Teoretis: Ideologi Muhammadiyah sebagai Basis Gerakan
Ideologi dalam
konteks Muhammadiyah bukanlah dogma politik, melainkan sistem nilai keagamaan
yang menuntun arah gerakan. Menurut Haedar Nashir (2010), ideologi Muhammadiyah
bersumber pada ajaran Islam murni, tetapi dikontekstualisasikan melalui
pendekatan rasional dan modern. Ia menyebutnya sebagai “Islam berkemajuan” (Islam
progresif) yang memadukan keimanan dan kemodernan.
Dalam
perspektif ilmiah, ideologi Muhammadiyah dapat dijelaskan melalui tiga dimensi
utama:
- Dimensi teologis, yaitu tauhid sebagai inti
pandangan hidup.
- Dimensi etis, yaitu akhlak dan amar ma’ruf
nahi munkar sebagai norma moral sosial.
- Dimensi praksis, yaitu tajdid dan amal usaha
sebagai implementasi nyata nilai Islam dalam kehidupan modern.
Menurut Matan
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH), gerakan ini berkeyakinan
bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para nabi “sebagai
hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa”. Ideologi ini
menolak dikotomi antara dunia dan akhirat, serta menegaskan bahwa kesejahteraan
material dan spiritual adalah satu kesatuan dalam kerangka pengabdian kepada
Allah.
Kepribadian
Muhammadiyah: Substansi Ideologis
Dokumen Kepribadian
Muhammadiyah menegaskan bahwa Muhammadiyah merupakan “gerakan Islam, dakwah
amar ma’ruf nahi munkar” yang bertujuan mewujudkan “masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridai Allah SWT”. Tujuan ini bersifat ideologis sekaligus
praksis, karena mengandung cita-cita normatif dan arah implementatif.
Beberapa pokok
ideologis yang menonjol adalah:
- Tauhid sebagai dasar kehidupan.
Hidup manusia harus berdasar tauhid,
ibadah, dan ketaatan kepada Allah. Prinsip ini menjadi fondasi seluruh amal
usaha Muhammadiyah, sebagaimana tercantum dalam Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah pasal pertama.
- Ittiba’ kepada Nabi Muhammad SAW.
Gerakan Muhammadiyah meneladani
perjuangan Rasulullah dalam membangun masyarakat beradab. Konsep ittiba’
ini diterjemahkan dalam praksis dakwah yang rasional dan tidak bertentangan
dengan prinsip syar’i.
- Ketertiban organisasi dan etos kerja.
Dalam setiap amal usahanya, Muhammadiyah
menekankan pentingnya organisasi modern sebagai alat perjuangan yang
efisien dan transparan.
- Kemandirian sosial dan keadilan.
Muhammadiyah memiliki komitmen untuk
membangun masyarakat adil dan makmur melalui pendidikan, kesehatan, dan
pemberdayaan sosial yang mandiri dari ketergantungan politik maupun ekonomi
eksternal.
Secara
ideologis, kepribadian ini melahirkan semangat Islam rahmatan lil ‘alamin
dalam bentuk praksis sosial dan kemasyarakatan yang menolak ekstremisme dan
sekularisme.
Implementasi
Ideologi dalam Amal Usaha dan Gerakan Sosial
Kepribadian
Muhammadiyah tidak berhenti pada tataran normatif, melainkan diwujudkan dalam
sistem amal usaha yang luas dan terorganisasi. Hingga tahun 2024, Muhammadiyah
memiliki lebih dari 170 perguruan tinggi, 400 rumah sakit dan klinik, serta
ribuan sekolah dan panti sosial di seluruh Indonesia (PP Muhammadiyah, 2024).
1.
Pendidikan sebagai
medan tajdid
Sektor pendidikan menjadi manifestasi paling nyata
dari ideologi Muhammadiyah. Menurut Syamsul Anwar (2019), pendidikan
Muhammadiyah bertujuan membentuk insan beriman, berilmu, dan berkemajuan.
Sekolah Muhammadiyah mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan ilmu pengetahuan
modern, menolak dikotomi ilmu agama dan umum.
Di sinilah tajdid berfungsi sebagai strategi ideologis
untuk membebaskan umat Islam dari keterbelakangan intelektual tanpa kehilangan
spiritualitas. Lembaga seperti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menjadi contoh konkret sintesis antara
iman, ilmu, dan kemanusiaan.
2.
Kesehatan dan
pelayanan sosial
Amal usaha kesehatan Muhammadiyah adalah
pengejawantahan dari prinsip ikhsan kepada kemanusiaan. Berdasarkan Kepribadian
Muhammadiyah poin 9, organisasi ini “membantu pemerintah serta bekerja sama
dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur yang diridai Allah”. Dalam praktiknya, rumah sakit
Muhammadiyah menjadi pelopor pelayanan medis berbasis nilai Islam dan
kemanusiaan universal.
3.
Gerakan dakwah dan
pemberdayaan masyarakat
Muhammadiyah juga aktif mengembangkan dakwah komunitas,
seperti program Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Lazismu,
dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). Program-program ini
menunjukkan transisi ideologi Muhammadiyah dari gerakan dakwah tekstual menjadi
gerakan dakwah struktural yang menegakkan keadilan sosial.
Relasi
antara Ideologi dan Implementasi: Analisis Dialektis
Kepribadian
Muhammadiyah menempati posisi dialektis antara idealisme teologis dan realitas
sosial. Dalam istilah Peter L. Berger (1990), ideologi menjadi “legitimasi
normatif” atas struktur sosial yang dibangun. Ideologi Muhammadiyah bukan
sekadar doktrin keagamaan, melainkan etika sosial yang menuntut aktualisasi
dalam amal nyata.
Dialektika ini
tampak pada cara Muhammadiyah menyeimbangkan antara purifikasi dan modernisasi.
Pada satu sisi, gerakan ini menjaga kemurnian ajaran Islam dari praktik bid‘ah
dan khurafat. Di sisi lain, Muhammadiyah mengadopsi pendekatan ilmiah dan
rasional untuk menafsirkan agama dalam konteks modern.
Sebagaimana
ditegaskan dalam MKCH poin 4.4, Muhammadiyah “bekerja untuk terlaksananya
muamalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan
berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini
sebagai ibadah kepada Allah SWT”. Artinya, seluruh aktivitas duniawi memperoleh
legitimasi teologis selama berorientasi pada ibadah dan kemaslahatan umum.
Kritik dan
Tantangan Implementasi Kepribadian Muhammadiyah
Meskipun
ideologi Muhammadiyah bersifat progresif, implementasinya menghadapi tantangan
internal dan eksternal.
- Tantangan ideologis internal.
Beberapa peneliti, seperti Burhani
(2018), menyoroti adanya kesenjangan antara “norma ideologis” dan “praktik
kultural”. Di sebagian wilayah, dakwah Muhammadiyah masih bersifat formalistik
dan kurang menyentuh problem sosial struktural.
- Tantangan eksternal globalisasi.
Arus globalisasi, kapitalisme, dan
digitalisasi menuntut reinterpretasi terhadap nilai-nilai tajdid agar tetap
relevan. Ideologi Muhammadiyah harus mampu menjawab persoalan kontemporer
seperti kemiskinan digital, degradasi lingkungan, dan krisis moral generasi
muda.
- Isu regenerasi dan kaderisasi.
Gerakan ideologis akan kehilangan ruhnya
tanpa regenerasi kader yang memahami dan menginternalisasi nilai Kepribadian
Muhammadiyah. Oleh karena itu, penguatan ideological literacy di
kalangan pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah menjadi agenda penting abad ke-21.
Integrasi
Ideologi dengan Pancasila dan Negara
Salah satu
aspek unik Muhammadiyah adalah kemampuannya mengintegrasikan nilai-nilai Islam
dengan ideologi kebangsaan. Sejak awal, Muhammadiyah memandang Pancasila dan
UUD 1945 tidak bertentangan dengan Islam, sebagaimana ditegaskan dalam MKCH
poin ke-5 bahwa:
“Muhammadiyah
mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia ... untuk berusaha bersama-sama
menjadikan suatu negara yang adil dan makmur yang diridai Allah SWT: Baldatun
Thayyibatun wa Rabbun Ghafur”.
Dengan
demikian, kepribadian Muhammadiyah juga berfungsi sebagai basis ideologis bagi
nasionalisme religius yang moderat. Muhammadiyah menegaskan bahwa cinta tanah
air dan pengabdian kepada negara merupakan bagian dari ibadah sosial.
Relevansi Kepribadian Muhammadiyah di Era Kontemporer
Dalam konteks
abad ke-21 yang ditandai oleh disrupsi teknologi, fragmentasi sosial, dan
krisis moral global, kepribadian Muhammadiyah menghadirkan paradigma etis yang
relevan.
Pertama, nilai
tauhid mengajarkan kesadaran transendental bahwa kemajuan teknologi harus
berpihak pada kemanusiaan, bukan sebaliknya.
Kedua, nilai
tajdid menjadi dasar inovasi dalam pendidikan dan ekonomi umat.
Ketiga, nilai amar ma’ruf nahi munkar menuntun umat Islam untuk aktif
dalam keadilan sosial dan lingkungan.
Keempat, nilai
ukhuwah Islamiyah memberi orientasi solidaritas lintas kelompok dalam
bingkai persaudaraan kebangsaan.
Menurut Syafiq
A. Mughni (2017), kepribadian Muhammadiyah dapat menjadi model etika publik
Islam yang menekankan rational faith dan active piety, yakni iman
yang rasional dan amal yang nyata.
Kesimpulan
Kepribadian
Muhammadiyah merupakan artikulasi ideologi Islam berkemajuan yang menegaskan
tauhid, amar ma’ruf nahi munkar, dan tajdid sebagai dasar kehidupan
berorganisasi dan bermasyarakat. Ideologi ini tidak berhenti pada doktrin,
tetapi menjadi motor praksis sosial melalui amal usaha di bidang pendidikan,
kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam
dialektika antara ideologi dan implementasi, Muhammadiyah menunjukkan kemampuan
adaptif terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan identitas teologisnya. Dengan
demikian, kepribadian Muhammadiyah tidak hanya menjadi pedoman internal
persyarikatan, tetapi juga kontribusi signifikan terhadap pembentukan etika
sosial Islam dan pembangunan nasional Indonesia.
Daftar
Pustaka
Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. (2024). Kepribadian Muhammadiyah dan Matan Keyakinan dan
Cita-Cita Hidup Muhammadiyah. Yogyakarta: PP Muhammadiyah.
Nashir, H. (2010).
Islam Berkemajuan: Respons Muhammadiyah terhadap Tantangan Zaman.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Anwar, S. (2019). Pendidikan
Muhammadiyah: Integrasi Iman, Ilmu, dan Amal. Yogyakarta: UAD Press.
Burhani, A. N.
(2018). Membaca Muhammadiyah: Refleksi Sosiologis atas Ideologi dan Gerakan.
Jakarta: Kompas.
Mughni, S. A.
(2017). Etika Publik Islam dan Moderasi Beragama. Surabaya: UMSurabaya
Press.
Berger, P. L.
(1990). The Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion.
New York: Anchor Books.
Tidak ada komentar