Nilai Ketuhanan, Moral, dan Kepribadian Perspektif Islam Berkemajuan Oleh : Khilmi Zuhroni Abstrak Artikel ini mengkaji hubungan ant...
Nilai Ketuhanan, Moral, dan Kepribadian Perspektif Islam
Berkemajuan
Oleh : Khilmi Zuhroni
Abstrak
Artikel ini mengkaji hubungan antara nilai ketuhanan, moral, dan
kepribadian dalam perspektif Islam berkemajuan sebagaimana diajarkan
Muhammadiyah. Nilai ketuhanan menjadi dasar moralitas, sedangkan moral
merupakan ekspresi praktis dari iman yang kemudian membentuk kepribadian
Islami. Melalui pendekatan filosofis dan sosiologis, tulisan ini menguraikan
pengertian, penerapan, serta tantangan nilai-nilai tersebut di Indonesia yang
majemuk. Data dan analisis bersumber dari dokumen resmi Muhammadiyah seperti Risalah
Islam Berkemajuan, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan buku
ajar Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.
Kata kunci: ketuhanan, moral, kepribadian, Muhammadiyah,
kebudayaan
1. Nilai Ketuhanan
a. Pengertian
Dalam pandangan Muhammadiyah, nilai ketuhanan bersumber dari ajaran
tauhid, yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi
pusat orientasi kehidupan manusia. Tauhid menegaskan bahwa segala tindakan
harus berlandaskan pada kesadaran akan kehadiran dan kehendak Allah (Majelis
Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2015). Nilai ketuhanan tidak hanya berkaitan
dengan aspek teologis, tetapi juga meliputi dimensi moral, sosial, dan
kultural.
Risalah Islam Berkemajuan (2015) menegaskan bahwa iman kepada
Allah menuntun manusia untuk bersikap adil, jujur, amanah, serta menjunjung
tinggi kemanusiaan. Dengan demikian, nilai ketuhanan adalah fondasi spiritual
dan etis dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan,
politik, dan sosial.
b. Nilai-nilai ketuhanan di negara Indonesia
Nilai ketuhanan di Indonesia termaktub dalam sila pertama Pancasila,
“Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dalam konteks ini, Muhammadiyah menegaskan bahwa
nilai ketuhanan menjadi dasar moral bangsa yang plural, bukan alat pemaksaan
teologis (PP Muhammadiyah, 2015). Prinsip Ketuhanan dalam Pancasila sejalan
dengan pandangan tauhid Islam, yang menuntun umat untuk menjunjung toleransi,
kebebasan beragama, dan tanggung jawab sosial.
Muhammadiyah menginterpretasikan nilai ketuhanan sebagai landasan
spiritual untuk membangun masyarakat yang berkemajuan (civilized society),
bukan sekadar simbol religius. Karena itu, dakwah Muhammadiyah diarahkan pada
penguatan iman yang rasional dan berorientasi pada kemaslahatan umat (Majelis
Diktilitbang PP Muhammadiyah, 2020).
c. Penerapan dan permasalahan nilai-nilai ketuhanan
Penerapan nilai ketuhanan tampak dalam sistem pendidikan Islam,
penyelenggaraan amal usaha sosial, dan gerakan dakwah kultural Muhammadiyah.
Melalui lembaga pendidikan, nilai tauhid diintegrasikan ke dalam kurikulum
melalui mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), pembiasaan ibadah, dan
budaya akademik yang beretika.
Namun, terdapat beberapa permasalahan dalam implementasinya. Pertama,
terjadi reduksi nilai ketuhanan menjadi ritual formal tanpa diiringi
internalisasi moral. Kedua, munculnya konflik tafsir keagamaan dalam masyarakat
plural. Ketiga, adanya jurang antara idealisme religius dengan realitas sosial
seperti korupsi, intoleransi, dan kemiskinan moral. Karena itu, Muhammadiyah
mendorong “tajdid nilai ketuhanan” melalui pendekatan Islam berkemajuan—yakni
menggabungkan keteguhan iman dengan rasionalitas, ilmu pengetahuan, dan
keadilan sosial (Majelis Tarjih dan Tajdid, 2015).
2. Moral
a. Pengertian
Moral dalam pandangan Islam berkemajuan identik dengan akhlak, yakni
sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan
alam (Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, 2020). Moral bukan sekadar norma
sosial, tetapi manifestasi iman dan ibadah.
Menurut Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM, 2000),
moral diwujudkan melalui kejujuran, keadilan, kasih sayang, tanggung jawab, dan
kerja keras. Moral bukan hanya persoalan pribadi, melainkan pilar kehidupan
sosial. Dengan moral yang baik, masyarakat dapat mewujudkan kehidupan yang
bermartabat dan beradab (madaniyah).
b. Perkembangan
Perkembangan moral dipengaruhi oleh pendidikan, lingkungan sosial, dan
budaya. Sejak awal berdirinya pada 1912, Muhammadiyah menempatkan reformasi
moral sebagai inti dakwahnya. K.H. Ahmad Dahlan memandang degradasi moral
masyarakat kolonial sebagai akibat jauhnya umat dari ajaran Islam yang murni
(Syaifullah, 2018). Oleh karena itu, Muhammadiyah membangun sekolah-sekolah
modern untuk menanamkan nilai-nilai moral yang berlandaskan tauhid dan
rasionalitas.
Dalam konteks modern, perkembangan moral menghadapi tantangan
globalisasi, individualisme, dan penetrasi media digital. Untuk menjawab hal
tersebut, Muhammadiyah mendorong pendidikan karakter melalui pembelajaran
integratif antara sains dan nilai-nilai Islam. Moralitas tidak hanya diajarkan,
tetapi juga dipraktikkan dalam budaya organisasi, pelayanan sosial, dan
kepemimpinan etis.
3. Kepribadian
a. Pengertian
Kepribadian adalah keseluruhan pola berpikir, merasa, dan bertindak yang
menjadi ciri khas individu. Dalam pandangan Muhammadiyah, kepribadian Islami
terbentuk melalui proses internalisasi iman, ilmu, dan amal. Matan Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (1970) menegaskan bahwa kepribadian warga
Muhammadiyah ialah “manusia yang bertakwa kepada Allah, berilmu, beramal, dan
berakhlak mulia.”
Kepribadian Muhammadiyah juga menekankan integrasi antara spiritualitas
dan intelektualitas: seorang Muslim tidak hanya saleh secara pribadi tetapi
juga produktif dan berorientasi kemajuan masyarakat.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Faktor pembentuk kepribadian meliputi (1) faktor internal seperti
hereditas, motivasi, dan keimanan; serta (2) faktor eksternal seperti
lingkungan keluarga, pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan (Syaifullah, 2018).
Lembaga pendidikan Muhammadiyah berperan penting sebagai lingkungan sosial yang
membentuk kepribadian religius-modern, melalui pengajaran AIK, kegiatan dakwah,
dan pembiasaan amal.
Selain itu, media dan teknologi informasi turut berpengaruh besar. Tanpa
kontrol nilai, media dapat membentuk kepribadian konsumtif dan permisif. Karena
itu, Muhammadiyah menekankan pentingnya literasi digital beretika bagi generasi
muda agar mampu menghadapi arus budaya global tanpa kehilangan identitas
keislaman.
c. Pengertian kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem nilai, norma, adat, dan pengetahuan
yang dihasilkan manusia untuk mempertahankan hidup (Koentjaraningrat, 2009).
Dalam pandangan Muhammadiyah, kebudayaan adalah hasil karya manusia yang harus
diukur berdasarkan manfaatnya bagi kehidupan dan kesesuaiannya dengan
nilai-nilai Islam. Budaya yang memajukan kemanusiaan dan keadilan diterima;
sementara budaya yang bertentangan dengan tauhid harus dikritisi (Majelis
Tarjih, 2015).
d. Sifat hakekat kebudayaan
Kebudayaan bersifat dinamis, berkembang, dan selektif. Ia berubah sesuai
pengalaman sosial manusia. Muhammadiyah memandang bahwa umat Islam harus
menjadi subjek aktif dalam membangun kebudayaan, bukan sekadar objek yang
terpengaruh oleh arus global (PHIWM, 2000). Dengan prinsip dakwah kultural,
Muhammadiyah berupaya mengislamkan kebudayaan tanpa menghilangkan kekayaan
lokal.
e. Unsur kebudayaan
Unsur kebudayaan mencakup sistem religi, bahasa, kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi, moral, hukum, dan ekonomi (Koentjaraningrat, 2009).
Bagi Muhammadiyah, seluruh unsur ini harus diisi dengan nilai-nilai tauhid dan
kemaslahatan. Melalui pendekatan tersebut, kepribadian Muslim Indonesia
diharapkan berkembang menjadi pribadi yang berbudaya, beriman, dan berkemajuan.
Kesimpulan
Nilai ketuhanan, moral, dan kepribadian merupakan tiga pilar utama dalam
pembentukan manusia berkemajuan menurut Muhammadiyah. Nilai ketuhanan menjadi
dasar spiritual; moral menjadi wujud praktis nilai ilahiah dalam tindakan;
sedangkan kepribadian adalah hasil internalisasi keduanya yang menampilkan
identitas Muslim modern. Implementasi ketiga nilai ini memerlukan pendidikan
integral, teladan sosial, dan transformasi budaya. Dalam masyarakat Indonesia
yang plural dan modern, ajaran Islam berkemajuan menjadi model ideal untuk
mengharmonikan iman, ilmu, dan amal dalam membangun peradaban yang berkeadaban
dan bermartabat.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat.
(2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka
Cipta.
Majelis
Diktilitbang PP Muhammadiyah. (2020). Buku Ajar Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Yogyakarta:
Majelis Diktilitbang.
Majelis
Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. (2015). Risalah Islam Berkemajuan.
Yogyakarta: PP Muhammadiyah.
Pimpinan
Pusat Muhammadiyah. (1970). Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Yogyakarta: PP Muhammadiyah.
Pimpinan
Pusat Muhammadiyah. (2000). Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
Yogyakarta: PP Muhammadiyah.
Syaifullah,
A. (2018). Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Pembaharuan Islam di Indonesia.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Tidak ada komentar