Sampit, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kotawaringin Timur (Kotim) bersama Gabungan Organisasi Wanita (GOW) bergerak cepat merespons tingginya ang...
Sampit, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kotawaringin Timur (Kotim) bersama Gabungan Organisasi Wanita (GOW) bergerak cepat merespons tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan menggelar Sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak dan Perempuan. Acara yang bertempat di Aula Gedung Muhammadiyah Sampit pada Senin (6/10) tersebut menyoroti pentingnya literasi hukum sebagai benteng utama pencegahan.
Kegiatan yang diikuti antusias oleh ratusan peserta dari
berbagai elemen organisasi wanita, termasuk kader ‘Aisyiyah, Nasyiatul
‘Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah
(IPM), ini menjadi refleksi atas kondisi darurat kekerasan yang masih
membayangi.
Narasumber utama, Hj. Forisni Farilista, S.H., dalam
paparannya menegaskan bahwa celah utama terjadinya kasus kekerasan seringkali
berakar dari minimnya pengetahuan masyarakat tentang hak-hak dasar dan payung
hukum yang melindungi perempuan dan anak.
“Banyak kasus kekerasan, termasuk yang tersembunyi seperti
kekerasan verbal, psikologis, dan ekonomi, luput dari pelaporan karena korban
maupun lingkungan sekitar tidak menyadari itu adalah pelanggaran hukum. Edukasi
seperti ini adalah langkah fundamental agar masyarakat memiliki keberanian
untuk melapor dan mencegah,” ujar Hj. Forisni.
Merujuk pada data terbaru, urgensi sosialisasi ini kian
terasa. Secara nasional, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan
Anak (SIMFONI-PPA) mencatat terjadi lebih dari 24.281 kasus kekerasan hingga
awal Januari 2025, dengan 20.809 di antaranya menimpa korban perempuan.
Walaupun data spesifik untuk Kotawaringin Timur belum dirilis secara terpisah,
tren di tingkat provinsi menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Data dari
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kalimantan Timur (yang
memiliki kedekatan geografis dan tren isu), mencatat total 662 kasus kekerasan
hingga Juni 2025, dengan kekerasan pada anak mendominasi, mencapai 454 anak
atau sekitar 62,97 persen dari keseluruhan korban. Angka-angka ini menjadi
"peringatan dini" bagi setiap daerah, termasuk Kotim, untuk
memperkuat mekanisme perlindungan.
Dalam sesi yang berlangsung interaktif tersebut, Hj. Forisni
membedah beberapa instrumen hukum penting, di antaranya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Selain dua UU tersebut, Kompas mencatat, terdapat regulasi
hukum yang lebih mutakhir dan spesifik yang perlu dipahami, yaitu Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Kehadiran UU TPKS menjadi tonggak penting karena memperluas kategori tindak
pidana kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual nonfisik, serta menjamin
hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Sosialisasi hukum yang
komprehensif seharusnya juga mencakup instrumen terbaru ini agar pencegahan dan
penanganan kasus dapat dilakukan secara maksimal.
Ketua Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kotawaringin Timur, dalam
sambutannya, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah perwujudan komitmen bersama
untuk memperkuat peran perempuan, tidak hanya sebagai korban, tetapi sebagai agen
pencegahan dan edukasi.
“Kami berharap setiap peserta yang hadir dapat menjadi perpanjangan
tangan di lingkungan masing-masing. Mereka adalah duta-duta yang akan
menyebarkan informasi tentang perlindungan hukum, mengubah pola pikir, dan
membangun lingkungan bebas kekerasan,” tuturnya.
Kehangatan dan interaktivitas acara ditandai dengan
banyaknya diskusi dan sesi berbagi pengalaman dari para peserta. Hal ini
menunjukkan tingginya kebutuhan masyarakat akan ruang edukasi dan konsultasi
terkait isu sensitif ini.
Melalui sinergi antara ‘Aisyiyah dan GOW Kotim, diharapkan
terwujud kolaborasi yang lebih kuat antara organisasi perempuan, masyarakat
sipil, dan pemerintah daerah untuk menciptakan Kotawaringin Timur yang aman,
berkeadilan, dan bebas dari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
anak, sejalan dengan amanat konstitusi dan undang-undang yang berlaku. (Ed)
Tidak ada komentar