Rakornas Bidang Ekonomi Muhammadiyah (sumber:muhamamdiyah.or.id) Menggali Potensi Muhammadiyah sebagai Gerakan Ekonomi Berkemajuan Oleh: K...
![]() |
| Rakornas Bidang Ekonomi Muhammadiyah (sumber:muhamamdiyah.or.id) |
Menggali Potensi Muhammadiyah sebagai Gerakan Ekonomi Berkemajuan
Oleh: Khilmi Zuhroni
Jika kita menengok perjalanan Muhammadiyah sejak 1912, masyarakat kerap mengenang warisan monumental Persyarikatan ini dari pilar dakwah dan pendidikan. Namun, di balik kedua fondasi itu, terdapat dimensi penting yang mulai semakin terang benderang: gerakan ekonomi Muhammadiyah. Inilah wajah Muhammadiyah yang mungkin jarang disebut, namun nyatanya memiliki daya dorong nyata dalam kemajuan umat dan bangsa.
Sulit untuk memisahkan jejak K.H. Ahmad Dahlan dari urusan ekonomi umat. Sang pencerah bukan hanya seorang ulama, beliau juga saudagar batik ulung—sebuah narasi otentik tentang dakwah dan kemandirian finansial. Spirit Teologi Al-Maun menjadi semangat yang hidup, mendorong aksi nyata penguatan dhuafa dan mustadhafin melalui pemberdayaan ekonomi. Inilah corak spiritual yang konkret, menolak stagnasi wacana dan berhadapan langsung dengan realitas sosial.
Muhammadiyah kini tumbuh dengan ribuan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di seluruh penjuru negeri, mulai dari sekolah, perguruan tinggi, hingga rumah sakit. AUM adalah pilar produktif yang tidak sekadar menjadi pusat pelayanan, namun juga denyut ekonomi yang menyerap ribuan tenaga kerja dan menciptakan permintaan barang serta jasa. Komitmen untuk memadukan nilai spiritual dengan profesionalisme ekonomi tampak dalam kemampuan mengelola aset dan surplus AUM untuk kemaslahatan lebih besar.
Namun kekuatan Muhammadiyah bukan semata terletak pada institusi. Jaringan warga dan simpatisan Persyarikatan mencipta “captive market” yang luar biasa besar. Konsep Beli dari Sesama atau usaha berbasis komunitas, apabila dikonsolidasikan, akan memunculkan jaring laba-laba ekonomi yang solid di tingkat akar rumput. Ini adalah potensi nyata yang sering terlewat dalam narasi arus utama.
Selain itu, Muhammadiyah membuktikan diri sebagai pelopor pengelolaan filantropi Islam modern lewat LAZISMU. Dana Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (ZISWAF) yang digulirkan bukan semata untuk konsumsi karitatif, tapi telah ditransformasi menjadi modal produktif bagi usaha mikro dan pemberdayaan petani, serta pembiayaan aktivitas ekonomi yang berdampak luas. Transparansi dan profesionalisme yang ditawarkan menjadikan Muhammadiyah layak menjadi referensi, tak hanya di level organisasi keagamaan, tapi pada praktik ekonomi kolektif modern.
Satu aspek lain yang tidak boleh terlewat adalah modal spiritual Muhammadiyah: kepercayaan dan etos kerja Islami. K.H. Ahmad Dahlan menanamkan nilai kejujuran serta profesionalisme, menjadikan bisnis tidak hanya sebagai pencarian materi, melainkan juga sebagai manifestasi dakwah dan tajdid yang terus relevan dengan tantangan zaman.
Persyarikatan ini juga memainkan peran signifikan dalam penciptaan kelas menengah Muslim terdidik di Indonesia. Lulusan sekolah dan universitas Muhammadiyah kini memegang peran strategis di berbagai sektor. Ada simbiosis mutualistik: kelas menengah menjadi penopang revitalisasi AUM dan platform dakwah, Muhammadiyah memberi ruang spiritual dan pengabdian yang kredibel. Namun, karakter urban kelas menengah, yang cenderung rasional dan terpapar gaya hidup global, menuntut Muhammadiyah mengembangkan pola dakwah dan ekonomi yang inovatif, solutif, dan adaptif.
Meskipun demikian, dinamika gerakan ekonomi Muhammadiyah tak selalu mulus. Tantangan internal seperti kurang meratanya profesionalisme pengelola, manajemen tradisional, dan ego sektoral antar-AUM kadang menjadi arus surut tersendiri. Skala ekonomi yang semestinya bisa dioptimalkan justru terhambat oleh lemahnya sinergi dan kolaborasi. Pergeseran orientasi—dari spirit dakwah ke penekanan pada bisnis semata—juga menyimpan risiko kehilangan ruh pembaruan Muhammadiyah.
Di hadapan tantangan tersebut, proyeksi model ekonomi Muhammadiyah ke depan memerlukan reorientasi dan konsolidasi. Gagasan pembentukan Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) sebagai holding company yang mensinergikan AUM potensial, akan menumbuhkan efisiensi dan memperkuat daya tawar kolektif Muhammadiyah di dunia bisnis nasional. Selain itu, model Jamaah Swadaya Muhammadiyah (JSM) dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas dapat menjadi penggerak nyata bagi ekonomi rumah tangga anggota, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi dari bawah.
Strategi pemberdayaan ekonomi Muhammadiyah ke depan mesti mencakup tiga pendekatan: struktural (mengadvokasi kebijakan publik yang berpihak pada ekonomi rakyat), fungsional (meningkatkan kapasitas dan literasi finansial warga), dan kultural (menanamkan etos kerja produktif serta nilai bisnis Islami anti-hedonisme). Tajdid ekonomi di era digital juga mutlak dibutuhkan—Muhammadiyah dituntut berani berinovasi dengan model e-commerce syariah dan fintech Islami sebagai jawaban terhadap tantangan inklusivitas dan keberlanjutan ekonomi umat.
Pada akhirnya, Muhammadiyah sebagai gerakan ekonomi merupakan manifestasi kepeloporan sejarah dan proyeksi masa depan yang berkemajuan. Tantangan profesionalisme, sinergi, dan pembinaan kelas menengah memang nyata, tetapi bukan mustahil untuk diatasi jika ada kemauan kolektif dan keberanian berinovasi. Api semangat yang dinyalakan K.H. Ahmad Dahlan dapat tetap menyala terangnya, menerangi peradaban menuju Islam Berkemajuan dan cita-cita Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Gerakan ekonomi Muhammadiyah, ketika dihidupkan seutuhnya, akan menjadi sukarelawan perubahan dan penentu dakwah pencerahan di abad kedua Muhammadiyah—sebuah kemajuan yang inklusif dan memberi harapan.


Tidak ada komentar