Page Nav

HIDE

Pages

Ads Place

https://www.uhamka.ac.id/reg

Padi Unggul Mentari dari Muhammadiyah: Gerakan Pangan Mandiri dari Sawah Kebumen

Ketua PP Muhammadiyah, Agung Danarto saat membuka Jambore JATAM 1 di Kebumen (Dok. PP Muhamamdiyah) KEBUMEN – Di halaman hijau Universitas ...

Ketua PP Muhammadiyah, Agung Danarto saat membuka Jambore JATAM 1 di Kebumen (Dok. PP Muhamamdiyah)


KEBUMEN – Di halaman hijau Universitas Muhammadiyah Gombong (UNIMUGO), Sabtu pagi, 20 September 2025, suara gamelan berpadu dengan riuh tepuk tangan ratusan peserta Jambore Nasional Jama’ah Tani Muhammadiyah (JATAM) I. Hari itu menjadi saksi lahirnya varietas padi unggul yang diberi nama Mentari, diluncurkan langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir.

Peluncuran ditandai dengan prosesi sederhana tapi sarat makna: penanaman bibit Mentari di lahan percobaan kampus. “Hari ini adalah hari penting bagi keluarga JATAM se-Indonesia untuk memulai menanam padi unggul, yaitu varietas padi berkemajuan,” ujar Haedar, dengan suara mantap.

Bagi Muhammadiyah, Mentari bukan sekadar varietas padi. Ia adalah simbol harapan, kemandirian, dan jalan baru menuju kedaulatan pangan.

 

Filosofi Mentari: Dari Matahari ke Sawah

Nama Mentari dipilih bukan kebetulan. Dalam narasi resmi Muhammadiyah, cahaya matahari adalah lambang pencerahan, sebagaimana yang diusung organisasi Islam modernis ini sejak lahir pada 1912. Bagi petani, matahari juga tak tergantikan: ia adalah sumber kehidupan, sekaligus saksi kerja keras di sawah.

“Mentari tidak hanya menggambarkan cahaya dan harapan, tetapi juga erat kaitannya dengan semangat petani yang tak kenal lelah bekerja di bawah terik matahari,” tutur Haedar.

Di situs resmi Muhammadiyah.or.id, peluncuran varietas ini disebut sebagai “tonggak sejarah gerakan tani Muhammadiyah dalam membumikan dakwah berkemajuan di bidang pangan.” Mentari diharapkan menjadi ikon sekaligus motor inovasi bagi Jama’ah Tani Muhammadiyah yang kini tersebar di berbagai daerah.

 


Jama’ah Tani Muhammadiyah: Basis Gerakan dari Akar Rumput

JATAM bukanlah organisasi baru. Ia lahir di bawah koordinasi Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, yang selama ini dikenal aktif menggerakkan isu-isu ekonomi umat, dari pemberdayaan nelayan hingga koperasi desa.

Dalam catatan MPM, JATAM telah merintis berbagai program: pengembangan pupuk organik, sekolah lapang petani, hingga pendampingan digitalisasi pemasaran hasil tani. Jambore Nasional I di Kebumen ini menjadi momentum konsolidasi nasional sekaligus laboratorium ide.

Ketua MPM, Muhammad Yamien, dalam sambutannya menekankan bahwa pertanian adalah salah satu sektor strategis dakwah Muhammadiyah. “Kalau kita bicara dakwah berkemajuan, jangan hanya di masjid dan kampus. Sawah, ladang, dan pasar juga arena dakwah,” katanya.

 

Gerakan Pangan Mandiri: Dari Retorika ke Teknologi

Di tengah krisis pangan global, Muhammadiyah ingin mengambil peran lebih nyata. Mentari diklaim sebagai varietas unggul hasil riset kolaboratif antara akademisi, petani, dan praktisi pertanian Muhammadiyah.

Varietas ini disebut-sebut tahan terhadap serangan hama tertentu dan memiliki produktivitas lebih tinggi dibanding rata-rata padi lokal. Rektor UNIMUGO menyebut Mentari bisa menghasilkan panen hingga 8 ton per hektare, dengan umur tanam relatif lebih pendek.

“Insya Allah, ke depan, varietas ini akan menjadi unggulan dan memberikan manfaat luas bagi masyarakat. Ini bagian dari gerakan Muhammadiyah membangun kedaulatan pangan,” ucap Haedar.

 

Jejak Panjang Muhammadiyah di Pertanian

Meski lebih dikenal lewat jaringan sekolah, rumah sakit, dan kampus, Muhammadiyah sejatinya punya rekam jejak panjang dalam pemberdayaan ekonomi berbasis agraria. Di era 1930-an, Kiai Ahmad Dahlan pernah menekankan pentingnya kaum Muslimin untuk mandiri secara ekonomi, salah satunya melalui pertanian.

Sejumlah tokoh Muhammadiyah di Jawa Tengah juga tercatat menggerakkan koperasi tani pasca-kemerdekaan. Tradisi itu kembali dihidupkan melalui MPM dan JATAM. Media Suara Muhammadiyah bahkan menyebut peluncuran Mentari sebagai “kebangkitan gerakan tani modern Muhammadiyah.”

 


Kehadiran Negara: Sinyal Dukungan

Acara peluncuran Mentari dihadiri Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono, bersama jajaran pejabat daerah. Kehadiran pemerintah ini memberi pesan simbolis: negara membuka ruang bagi inisiatif masyarakat sipil dalam urusan pangan.

Dalam pidatonya, Sudaryono menyebut Muhammadiyah sebagai mitra strategis pemerintah. “Kami menyambut baik lahirnya padi Mentari. Ini bukan hanya inovasi, tapi juga bentuk nyata kontribusi ormas keagamaan dalam membangun kedaulatan pangan,” ujarnya.

Namun, tantangan tidak kecil. Pemerintah masih menghadapi masalah klasik: alih fungsi lahan, impor beras, hingga krisis regenerasi petani. Dalam konteks itu, Muhammadiyah ingin hadir sebagai pelengkap sekaligus penggerak perubahan.

 

Padi sebagai Identitas dan Dakwah

Bagi Muhammadiyah, Mentari juga sarat dengan nilai dakwah. Dalam dokumen resmi JATAM, pertanian disebut sebagai “jantung peradaban umat.” Dengan mengembangkan varietas unggul sendiri, Muhammadiyah berusaha menegaskan kemandirian umat, tidak hanya di bidang pendidikan dan kesehatan, tapi juga pangan.

“Petani Muhammadiyah harus berdiri tegak sebagai pionir. Jangan hanya jadi penonton. Mentari adalah identitas, adalah dakwah, adalah gerakan,” kata Agung Danarto, Ketua PP Muhammadiyah, dalam acara yang sama.

 

Dari Kebumen ke Nusantara

Kebumen dipilih sebagai lokasi peluncuran bukan tanpa alasan. Kabupaten di pesisir selatan Jawa Tengah ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi. Muhammadiyah juga punya basis kuat di sana, dengan universitas, sekolah, dan jaringan pesantren.

Menurut panitia, Mentari akan segera diuji coba di lahan-lahan percontohan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat. Jika berhasil, ia bisa menyebar ke seluruh nusantara.

“Ini bukan hanya soal benih, tapi soal membangun budaya baru di kalangan petani Muhammadiyah. Budaya inovasi, budaya mandiri,” ujar Yamien.

 

Membaca Arah Muhammadiyah ke Depan

Peluncuran Mentari memperlihatkan wajah baru Muhammadiyah. Tidak lagi sekadar mengurusi pendidikan formal atau amal usaha klasik, tetapi masuk ke ranah yang lebih strategis: pangan.

Dalam konteks politik pangan nasional, kehadiran Mentari bisa dibaca sebagai kritik halus Muhammadiyah terhadap ketergantungan Indonesia pada impor. Dengan varietas unggul buatan sendiri, Muhammadiyah ingin memberi teladan: kedaulatan pangan dimulai dari benih.

Media resmi Muhammadiyah menulis, “Jika hari ini kita meluncurkan Mentari, maka sejatinya kita menanam masa depan. Padi ini bukan sekadar tanaman, melainkan narasi tentang umat yang berdiri di atas kaki sendiri.”

(Redaksi)




Tidak ada komentar

Ads Place