PUISI Pengantar Setiap bangsa punya cerita sunyinya sendiri. Di negeri ini, sunyi itu sering datang dari ruang sidang, dari antrian pan...
PUISI
Pengantar
Setiap bangsa punya cerita sunyinya sendiri.
Di negeri ini, sunyi itu sering datang dari ruang sidang,
dari antrian panjang yang tak kunjung selesai,
dari berita malam yang selalu sama:
tentang uang yang hilang,
tentang janji yang diingkari.
Puisi-puisi berikut adalah cermin kecil,
tentang bagaimana korupsi bukan sekadar kata di surat kabar,
tetapi luka yang merembes ke dapur rumah,
ke papan tulis sekolah,
ke mimpi orang-orang kecil yang dikhianati.
1. Di Balik Meja Sidang
di balik meja kayu itu
ada suara yang menolak bergetar
ia berkata:
"saya tidak bersalah"
sementara di luar gedung,
orang-orang menunggu
dengan perut kosong
dan doa yang tak kunjung sampai
2. Uang yang Berbicara
uang tidak pernah tidur
ia berjalan dari kantong ke kantong
melewati tanda tangan yang basah
melewati pintu yang hanya terbuka
bagi yang tahu sandinya
sementara kita
hanya punya pintu rumah
yang berderit setiap kali angin lewat
3. Berita Malam
di layar televisi
wajah itu tersenyum kaku
menjadi berita utama
tentang angka-angka yang hilang
seperti hujan yang merembes
ke dalam laci
kita menatapnya sambil meneguk kopi
yang rasanya lebih pahit dari biasanya
4. Antrian Panjang
orang-orang berbaris
mengenakan pakaian putih
menunggu giliran untuk dipanggil
bukan ke surga
melainkan ke tanah suci
tapi tiketnya dijual
di meja gelap
oleh tangan yang pandai
menyembunyikan dosa
dalam map coklat
5. Negeri yang Lupa
negeri ini pandai melupakan
ia menanam skandal
seperti menanam bunga plastik
tak pernah layu
tak pernah tumbuh
hanya menghias ruang sidang
yang berdebu
6. Doa Anak Sekolah
anak-anak menulis di papan tulis:
"jujur itu pangkal kebaikan"
lalu gurunya tersenyum
meski di rumah, ia tahu
gajinya tak cukup
dan di berita, ia tahu
ada orang yang mencuri masa depan
dengan tanda tangan pendek
di kertas panjang
Penutup
Korupsi bukan sekadar tindak pidana,
ia adalah perampokan atas harapan.
Ia menyusup ke doa yang lirih,
ke ruang kelas yang sederhana,
ke antrean panjang yang tak berujung.
Namun, puisi-puisi ini bukan untuk berputus asa.
Ia ditulis agar kita tak lupa,
bahwa melawan korupsi
dimulai dari menjaga kejujuran,
meski sekecil doa seorang anak sekolah.
(De' Sailentino)
Tidak ada komentar