Pendidikan di sekolah Muhammadiyah selama lebih dari satu abad bukan sekadar transfer pengetahuan umum—ia juga membentuk identitas keagamaan...
Pendidikan di sekolah Muhammadiyah selama lebih dari satu
abad bukan sekadar transfer pengetahuan umum—ia juga membentuk identitas
keagamaan, moral, dan budaya organisasi. Salah satu ciri khas yang menonjol
adalah kurikulum ISMUBA, akronim dari Al-Islam, Kemuhammadiyahan, dan Bahasa
Arab. ISMUBA bukan sekadar kumpulan mata pelajaran; ia dirancang sebagai
kerangka pembelajaran holistik-integratif yang menautkan pemahaman agama dengan
wawasan organisasi dan kompetensi bahasa yang relevan untuk memahami sumber
primer Islam.
Definisi dan ruang lingkup ISMUBA
Menurut pedoman resmi Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, ISMUBA meliputi tiga domain utama: (1) Al-Islam —
pembelajaran Al-Qur’an, Hadis, fikih, akidah-akhlak, dan tarikh; (2) Kemuhammadiyahan
— kajian sejarah, nilai, dan praktik organisasi Muhammadiyah yang menanamkan
semangat “Islam Berkemajuan”; dan (3) Bahasa Arab — kompetensi bahasa
untuk memudahkan akses terhadap teks-teks primer. Kurikulum ini dirancang
berbasis pengembangan karakter utama, holistik, dan integratif agar lulusan
tidak hanya memiliki pengetahuan agama tetapi juga kemampuan aplikasi dalam
kehidupan sosial dan profesional.
Skala implementasi: mengapa ISMUBA strategis
Muhammadiyah adalah penyelenggara pendidikan swasta terbesar di Indonesia; data
resmi menunjukkan jaringan sekolah/madrasah Muhammadiyah mencakup lebih dari
lima ribu satuan pendidikan dan menampung lebih dari satu juta peserta didik.
Dengan skala sebesar ini, keberadaan ISMUBA bukan perkara lokal—ia menjadi
instrumen strategis pembentukan kultur keagamaan dan etika sosial pada skala
nasional. Implementasi ISMUBA yang konsisten dan berkualitas berarti pengaruh
nilai Muhammadiyah tersebar luas melalui guru-guru dan alumni yang bekerja di
berbagai sektor.

Dalam beberapa tahun terakhir Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah melakukan
revitalisasi kurikulum ISMUBA (SK Kurikulum ISMUBA 2024) dan menyusun suplemen
serta buku ajar berbasis aktivitas untuk menjawab tantangan pembelajaran abad
ke-21. Perubahan ini menekankan aktivitas pembelajaran, penyederhanaan bahan,
serta integrasi lintas mata pelajaran (mis. penggabungan nilai kemuhammadiyahan
dalam proyek sains atau studi sosial). Tujuannya jelas: agar ISMUBA tidak
menjadi muatan ritualistik, melainkan sumber kompetensi kritis, etis, dan
kontekstual.
Majelis Dikdasmen menegaskan pentingnya kualitas bahan ajar
ISMUBA. Didik Suhardi—Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PP
Muhammadiyah—menyatakan perlunya review dan finalisasi bahan ajar agar
substansi tetap akurat dan sesuai prinsip Tarjih (metode ijtihad Muhammadiyah),
dengan melibatkan Majelis Tarjih untuk validasi konten. Pernyataan publik
semacam ini menjelaskan bahwa pembaruan ISMUBA bukan perubahan kosmetik,
melainkan proses ilmiah yang melibatkan kajian substansi dan uji publik.
Mengapa ISMUBA penting ?
Pertama, Terbentuknya identitas berkemajuan: ISMUBA membekali
peserta didik dengan pemahaman yang mengaitkan iman dan ilmu. Ketika
pengetahuan agama diajarkan berdampingan dengan nilai-nilai organisasi
(kemuhammadiyahan), siswa belajar bukan hanya menjadi penganut tetapi aktor
peradaban yang kritis dan produktif.
Kedua, Kemaslahatan
sosial melalui pendidikan karakter: Materi ISMUBA (akhlak, fikih
sosial, tarikh) berfungsi sebagai landasan etika bagi perilaku profesional
dan sosial. Dalam konteks tantangan korupsi, intoleransi, dan disintegrasi
sosial, pendidikan karakter yang terintegrasi memperkecil celah ketidaksesuaian
antara kompetensi teknis dan tanggung jawab moral.
Ketiga, Kontekstualisasi
pendidikan agama: Dengan menekankan Bahasa Arab dan pembacaan sumber
primer, ISMUBA mengurangi ketergantungan pada tafsir yang dangkal. Ini
memungkinkan pemahaman teks yang lebih jernih dan aplikatif—penting untuk
menghasilkan lulusan yang mampu menjawab masalah kontemporer dengan
kerangka keislaman yang relevan.
Keempat, Skalabilitas
dampak: Mengingat jutaan peserta didik di jaringan Muhammadiyah,
perbaikan dan konsistensi implementasi ISMUBA memiliki implikasi
sistemik—membentuk ekosistem sosial yang lebih etis, produktif, dan
berpengetahuan.
Tantangan implementasi dan rekomendasi praktis
Meskipun kerangka kurikulum sudah kuat, implementasi di lapangan menghadapi
beberapa tantangan: ketersediaan guru ISMUBA yang kompeten, kualitas bahan ajar
yang bervariasi, serta tekanan jam pelajaran sehingga ISMUBA kadang dipersempit
menjadi muatan tambahan. Untuk itu disarankan: (1) memperkuat pelatihan guru
(professional development) berbasis aktivitas dan assessment autentik; (2)
memastikan buku suplemen ISMUBA diuji publik dan ditelaah Majelis Tarjih; (3)
mengembangkan model pembelajaran terintegrasi (project based learning) agar
ISMUBA menjadi sumber pengembangan keterampilan berpikir kritis dan
kolaboratif; (4) memanfaatkan jejaring alumni dan AUM untuk program penguatan
kemuhammadiyahan di luar jam pelajaran formal. Rekomendasi ini sejalan dengan
arah revitalisasi kurikulum ISMUBA yang tengah berjalan.
ISMUBA sebagai investasi peradaban
Secara ringkas, ISMUBA bukan sekadar mata pelajaran tambahan. Ia adalah
investasi institusional Muhammadiyah untuk membentuk generasi yang beriman,
berilmu, dan berkepribadian Muhammadiyah — generasi yang mampu menerjemahkan
nilai menjadi tindakan konkret demi kemaslahatan bersama. Dengan dukungan
kebijakan yang konsisten, peningkatan kapasitas guru, dan bahan ajar yang
ilmiah serta kontekstual, ISMUBA berpotensi menjadi model pendidikan Islam yang
relevan dengan tuntutan zaman dan tantangan kemanusiaan.
Redaksi.
Tidak ada komentar