SAMPIT – Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali menegaskan komitmennya sebagai laboratorium kebangsaan Indonesia melalui kegiatan ...
SAMPIT – Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali
menegaskan komitmennya sebagai laboratorium kebangsaan Indonesia melalui
kegiatan Sosialisasi Pembauran Kebangsaan yang berlangsung di Aula Gedung
Wanita, Sampit, Selasa (11/11/2025). Acara yang diinisiasi Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik ini diikuti oleh 50 peserta dari berbagai unsur
masyarakat—FKUB Kotim, pemuka adat, tokoh agama, dan perwakilan etnis—untuk memperkuat
semangat kebangsaan di tengah keberagaman.
Acara tersebut menghadirkan tiga narasumber, yakni: Kepala
Badan Kesbangpol Kotim, Rihel, S.Sos., Kabag TU Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Kotim, Hj. Rabiatul Adawiyah, S.Ag., M.H., dan Tokoh masyarakat
sekaligus akademisi, Dr. Ali Kesuma. Diskusi dipimpin oleh moderator dari
kalangan praktisi dan akademisi Kotim, Khilmi Zuhroni, S.Fil., M.E.
Pada sesi laporan panitia, Ketua Panitia penyelenggara yang
sekaligus menjabat sebagai Kabid Ideologi, Wasbang dan Karakter Bangsa
Kesbangpol Kotim, Naning Sugiharti, S.Sos., M.Si., menyampaikan bahwa Kegiatan
sosialisasi ini berdasarkan Permendagri No. 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pembauran Kebangsaan di Daerah. Tujuan utamanya adalah memantapkan persatuan,
mencegah potensi konflik sosial, menumbuhkan semangat toleransi, serta
mendorong partisipasi aktif dalam pembangunan. Pemerintah daerah bersama Forum Pembauran
Kebangsaan (FPK) secara aktif melibatkan diri untuk membina harmoni dan
kerukunan ditengah masyarakat Kotim yang majemuk dan multi etnis.
Sementara itu dalam sambutanya, sekaligus membuka secara
resmi kegiatan tersebut, Bupati Kotim yang diwakili oleh Staf Ahli, Rafiq Riswandi, ST., M.Si., menyampaikan
bahwa forum pembauran kebangsaan sangat penting dalam menjaga stabilitas,
keharmonisan dan kerukunan, terlebih di Kabupaten Kotawaringin Timur yang
merupakan daerah dengan penduduk yang multi etnis, multi ras, adat dan multi
agama. Dirinya berharap kepada para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh
adat untuk selalu bersinergi dan bersama-sama untuk menjaga Kotim sebagai
daerah yang damai, rukun dan tenteram.
Pada sesi sosialisasi, Rihel , menyampaikan pentingnya peran
pemerintah kabupaten dalam menumbuhkembangkan kerukunan di tengah masyarakat.
Forum Pembauran Kebangsaan, yang diisi pemuka adat dan tokoh masyarakat,
menjadi ujung tombak komunikasi lintas etnik dan agama demi harmonisasi Kotim.
Senada dengan itu, Hj. Rabiatul Adawiyah, menyoroti bahwa
peningkatan kualitas kerukunan hanya dapat dicapai melalui moderasi beragama,
penguatan kurikulum berbasis cinta, serta pemberdayaan dan pemeliharaan rumah
ibadah.
“Penguatan jiwa kebangsaan dapat dilakukan melalui
pendidikan multikultural di sekolah, pembuatan kurikulum berbasis cinta, serta
pelaksanaan dialog lintas iman dan budaya. Moderasi beragama menjadi kata kunci
yang ditekankan oleh Kemenag Kotim.”paparnya.
Langkah konkret lain yang dilakukan oleh Kemenag adalah
menyediakan layanan keagamaan yang berdampak dan menjaga peran aktif kantor
Kementerian Agama setempat sebagai fasilitator dialog, edukasi multikultural,
dan penguatan jejaring sosial. Dengan demikian, harmoni dan rasa kemanusiaan
dapat terus tumbuh di tengah keberagaman masyarakat, memperkokoh kebangsaan
sebagai pijakan utama bersama.
Narasumber ketiga, Ali Kesuma, menekankan bahwa Indonesia,
dengan lebih dari 1.300 suku bangsa dan 700 bahasa daerah, adalah negara yang
kaya sekaligus rentan pada potensi konflik. Kotawaringin Timur yang beribukota
Sampit dianggap sebagai miniatur Indonesia, dihuni Dayak, Banjar, Jawa, Madura,
Tionghwa, Bali, Bugis dan lainnya. Semua hidup berdampingan dalam semangat
hapakat basara, betang bersama dan gotong royong.
Namun, sejarah kelam tragedi Sampit 2001 menjadi pelajaran
mahal bahwa keberagaman tanpa jiwa kebangsaan yang kuat bisa berujung
perpecahan. Oleh karena itu, tema “Menguatkan Jiwa, Menjaga Harmoni dalam
Keberagaman” diangkat sebagai panggilan moral untuk merajut kembali persatuan
dan membangun landasan sosial yang kokoh.
Ali Kesuma, menyoroti Kotawaringin Timur sebagai daerah
dengan dinamika ekonomi tinggi, ditopang sektor perkebunan kelapa sawit dan
industri pengolahan CPO. Sisi positifnya adalah arus investasi, namun
seringkali mencipta kesenjangan antara penduduk lokal dan pekerja pendatang.
Penduduk asli daerah, tidak selalu mendapatkan posisi strategis dalam struktur
ekonomi, sementara tumpang tindih kepemilikan lahan kadang menimbulkan konflik
agraria. Keadilan ekonomi menjadi isu krusial yang harus dipecahkan, agar keberagaman
tidak berubah menjadi kecemburuan sosial.
Kegiatan sosialisasi tahun ini diharapkan menjadi momentum
membangun Kotawaringin Timur yang damai dan berkeadilan, di mana setiap
warga—pendatang dan asli—berkesempatan hidup layak dan bermartabat. Dengan
semangat “Bumi tempat berpijak, langit tempat bernaung, semua milik bersama,”
kebijakan dan pendidikan kebangsaan diharapkan mampu mengikis potensi konflik
dan mempererat persatuan bangsa.
Pada sesi diskusi, peserta terlihat antusias dalam
memberikan saran masukan dan pertanyaan. Diantaranya disampaikan oleh Wakil
Ketua I Dewan Adat Dayak (DAD) Kotim, H. Burhanudin, yang menyampaikan bahwa
forum-forum pembauran kebangsaan harus terus dilakukan sebagai angkah konkrit
membangun keharmonisan, kerukunan dan toleransi antar suku, agama, adat dan
etis yang sangat beragam. Dirinya juga menyampaikan apa yang diungkap oleh narasumber Ali Kesuma terkait peraturan-peraturan
daerah seperti rekruitmen tenaga kerja yang mensyaratkan 30% penduduk lokal, serta
program CSR, termasuk juga rencana peraturan
daerah terkait etnis yang saat ini tengah menjadi pembahasan di DPRD Kotim, harus menjadi perhatian pemerintah daerah agar tidak memicu keretakan harmoni dan pembauran yang sudah dilaksanakan.
(Kz)


Tidak ada komentar