Ketua Majelis Pemberdayaan Wakaf PP. Muhammadiyah, Amirsyah Tambunan (Dok. MUI) Jakarta— Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) Pimpinan Pusat M...
![]() |
Ketua Majelis Pemberdayaan Wakaf PP. Muhammadiyah, Amirsyah Tambunan (Dok. MUI) |
Jakarta— Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar kegiatan sosialisasi Sistem Informasi Akuntansi dan Manajemen Wakaf Muhammadiyah (SAMAWI) beserta Rakernas Wakaf 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Wakaf ke-4 yang akan digelar pada 10-11 Oktober 2025 mendatang.
Sebagaimana dilansir oleh situs resmi Muhammadiyah, Ketua
MPW PP Muhammadiyah, Amirsyah Tambunan, pada acara sosialisasi, Sabtu (20/9),
menegaskan bahwa terdapat dua kata kunci yang kini menjadi bagian tak
terpisahkan dari tata kelola wakaf Persyarikatan Muhammadiyah: akuntabilitas
dan transparansi. “Kedua hal ini merupakan pilar dalam melakukan tata kelola
yang baik (good governance), di mana transparansi merujuk pada keterbukaan
informasi dan proses yang dapat diakses publik,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris MPW PP Muhammadiyah dan pemandu
acara, Mashuri Masyhuda, menjelaskan bahwa akuntabilitas adalah kewajiban bagi
pihak yang diberi amanah untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan penggunaan
sumber daya dan dana kepada publik atau pihak berwenang. Ia menambahkan bahwa
tanpa akuntabilitas, transparansi jugatidak dapat berjalan efektif.
Kegiatan yang dihadiri sekitar 200 peserta dari seluruh
Indonesia ini memusatkan pembahasan pada dua poin utama. Pertama, pelaporan
keuangan lembaga wakaf, dipaparkan oleh Direktur Keuangan Lazismu, Eny M.
Wijayanti. Kedua, tentang sosialisasi penggunaan aplikasi SAMAWI, disampaikan
oleh Wakil Ketua III Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan
(Diktilitbang) PP Muhammadiyah, Mahfud Sholihin.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas tata
kelola keuangan lembaga wakaf di lingkungan Muhammadiyah. Dengan demikian,
Pengurus MPW di seluruh Indonesia diharapkan mampu menyajikan laporan keuangan
yang transparan, akuntabel, dan sesuai standar yang ditetapkan. Hal ini
diyakini akan memperkuat kepercayaan publik serta membuka peluang lebih besar
dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf di masa depan.
Data yang dihimpun dari berbagai sumber menunjukkan bahwa Muhammadiyah memiliki aset yang sangat besar. Misalnya total luas tanah yang dimiliki mencapai lebih dari 214 juta mater persegi, yang tersebar di 20.465 lokasi. Data-data di atas memperlihatkan bahwa Muhammadiyah memiliki kekayaan wakaf yang sangat besar, terutama berupa tanah dan lokasi di seluruh Indonesia. Dengan lebih dari 214 juta meter persegi tanah wakaf di 20.465 lokasi, Muhammadiyah memiliki aset wakaf yang sangat signifikan tidak hanya secara nasional tapi juga dalam konteks lembaga keagamaan.
Namun demikian, data SIMAM tahun 2023 menunjukkan jumlah
aset wakaf Muhamamdiyah yang tercatat sebanyak 28.669 titik aset wakaf, atau
sekitar 40 persen dari total aset wakaf. Disini terlihat adanya kesenjangan
yang cukup jauh antara total aset dengan aset yang tercatat. Disisi lain pemanfaatan
aset wakaf belum meluas ke semua lokasi, dengan beberapa aset belum dikelola
secara produktif atau masih dalam status lahan tidur.
Dalam konteks itu, sosialisasi SAMAWI dan Rakornas Wakaf ke-4 menjadi momentum penting. Beberapa poin yang mendesak untuk mendapat perhatian dalam pelaksanaan ke depan:
- Percepatan
pendataan dan sertifikasi: Agar aset wakaf memiliki kepastian hukum, perlu
langkah percepatan dalam proses balik nama dan sertifikasi atas nama
Persyarikatan Muhammadiyah. Ini akan mengurangi kerawanan konflik
kepemilikan dan menjamin bahwa nazir dapat mengelola aset secara sah.
- Peningkatan
transparansi pelaporan keuangan: Laporan keuangan lembaga wakaf harus
mudah diakses publik, lengkap, dan sesuai standar akuntansi syariah.
Penggunaan aplikasi pelaporan dan audit internal serta eksternal harus
diperkuat.
- Optimalisasi
penggunaan aset wakaf untuk wakaf produktif: Aset wakaf bukan sekadar aset
diam; perlu dirancang penggunaan produktif yang sesuai syariah — misalnya
pendidikan, kesehatan, usaha mikro, atau investasi sosial yang manfaatnya
dirasakan langsung oleh masyarakat.
- Penguatan
kapasitas nazir daerah: Tidak semua Pimpinan Daerah (PDM) atau unit lokal
memiliki sumber daya manusia atau kapabilitas administratif yang memadai.
Pelatihan, asistensi, dan dukungan institusional perlu diperkuat agar
fungsi nazir dan MPW daerah dapat bekerja maksimal.
- Monitoring
dan evaluasi berlanjut: Setelah sosialisasi dan Rakornas, perlu ada tindak
lanjut nyata berupa monitoring, evaluasi, dan pelaporan publik mengenai
capaian–capaian seperti jumlah aset yang sudah termanfaatkan, jumlah aset
yang sudah bersertifikat, dan efisiensi penggunaan dana wakaf.
Muhammadiyah dengan harta wakaf yang sangat besar dan
jaringan yang luas berada dalam posisi strategis untuk menjadikan wakaf sebagai
instrumen pemberdayaan yang bisa membawa manfaat nyata di berbagai sektor
(pendidikan, kesehatan, ekonomi). Namun, besarnya potensi ini harus diiringi
dengan pengelolaan yang baik: akuntabilitas dan transparansi yang ditegaskan
oleh Ketua MPW adalah kunci.
[Redaksi]
Tidak ada komentar