Page Nav

HIDE

Pages

Ads Place

https://www.uhamka.ac.id/reg

Kota Sampit Mau Jadi Apa? Forum KAHMI Kotim Menggugat Arah Tata Kota

  Sampit – Warung Pisang Gapit, di gang kecil kawasan Baamang Tengah, manjadi sejarah percakapan serius tentang masa depan kota Sampit. Pad...


 Sampit – Warung Pisang Gapit, di gang kecil kawasan Baamang Tengah, manjadi sejarah percakapan serius tentang masa depan kota Sampit. Pada Rabu malam, 17 September 2025, Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kabupaten Kotawaringin Timur menggelar diskusi publik dengan tajuk yang menggugah sekaligus menohok: “Kota Sampit: Mau Jadi Apa?; Membedah Arah Tata Kota, dari Masalah Harian ke Rencana Masa Depan”.

Tema ini bukan sekadar retorika. Kota Sampit, ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur, sejak lama berada dalam pusaran masalah perkotaan yang berulang: banjir musiman, tata ruang yang semrawut, ruang publik yang minim, hingga kemacetan yang makin terasa di jam sibuk. Sebagai jantung perekonomian dan pusat perdagangan di Kalimantan Tengah, Sampit seperti berjalan di antara dua kutub: ingin tampil modern, namun masih terjerat problem klasik yang tak kunjung selesai.

ForumKAHMI, sebuah wadah diskusi yang digagas oleh alumni Himpunan Mahasiswa Islam di Kotim, berusaha membuka ruang percakapan kritis tentang arah pembangunan kota. Freddy NT Mardhani, Koordinator Presidium KAHMI Kotim, dalam sambutannya menyebut diskusi ini bukan ajang seremonial.

“Kami tidak ingin hanya mengulang keluhan yang sudah biasa didengar. Forum ini harus melahirkan rekomendasi nyata. Kalau tidak, Sampit akan terus terjebak dalam lingkaran masalah yang sama: banjir tiap musim hujan, sampah menumpuk, tata ruang tak jelas. Kota ini bisa kehilangan wajah dan jati dirinya,” ujar Freddy.

Menurutnya, KAHMI ingin menjadi jembatan antara pemerintah daerah, akademisi, komunitas sipil, dan masyarakat luas. “Pertanyaan Sampit mau jadi apa? itu harus dijawab dengan visi yang berani sekaligus implementasi yang konsisten. Jangan sampai kota ini berkembang secara sporadis tanpa arah,” ia menambahkan.

Masalah Lama, Solusi Mandek

Dalam paparannya, Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang & Pertanahan Kab. Kotim, Rofiq Riswandi, menyampaikan bahwa Dinas Cipta Karya Tata Ruang & Pertanahan (CKTRP) Kabupaten Kotawaringin Timur tugasnya utamanya adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum, penataan ruang, bangunan gedung, serta pengelolaan dan pemanfaatan pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan, termasuk penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pengendalian, dan fasilitasi pembangunan.

“Terkait masalah draisane, sebenarnya menjadi tugas dari Bina Marga. Namun sepengetahuan saya, tentu mereka memiliki masterplan terkait drainase khususnya di area Kota.”Tegasnya

Sementara itu, akademisi Politeknik sampit, Lilis Indriani, menyampaikan bahwa persoalan drainase seperti sudah mentok di Sampit ini. Menurutnya, ia belum melihat rencana induk drainase, khususnya pada jalur akhir.

“Ini bukan sekadar soal kesemrawutan kota atau drainase, kita bicara soal city branding, citra kota. Sampit harus punya wajah yang membanggakan, bukan sekadar kota transit atau pusat perdagangan yang semrawut.” Ujarnya.

Pengamat sosial ekonomi Kotim, Burhanudin, menyampaikan bahwa Sampit harus bisa menyeimbangkan antara kepentingan rakyat kecil dan visi jangka panjang. Penataan yang partisipatif bisa jadi kunci.

“Sampit memiliki segudang potensi untuk menjadi kota besar. Kebijakan pemerintah dan partisipasi masyarakat menjadi kunci mewujudkan arah masa depan kota. Pertanyaan diskusi ini sepatutnya menjadi renungan bersama.Saya ingin menyampaikan dalam forum ini untuk menjawab, Sampit mau jadi apa? Sebagai warga sampit, ada sepuluh mimpi yang saya invertarisir, yakni: kota yang bersih, bebas banjir, yang terang, tertata, ramah lingkungan, bebas narkoba, aman, kota wisata , kota agamis, pusat ekonomi. Nah, mari kita uji mimpi-mimpi ini, mana yang harus kita prioritaskan sesuai dengan kultur, dan kondisi daerah kita”. Tegasnya. 

Baca Juga : Ulang Tahun Ke-59, MD KAHMI Kotim Hidupkan Kembali..

Pada sesi tanya jawab, diskusi yang dihadiri oleh seratus lebih peserta ini, mendapatkan benang merah pokok utama masalah tata kota ini, yakni masalah perkotaan di Sampit sejatinya bukan barang baru. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) hingga kini masih berjalan tersendat. Infrastruktur dasar seperti drainase dan kanal pembuangan air tak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Tak heran, setiap kali hujan deras mengguyur, genangan air menjelma jadi banjir.

Di sisi lain, wajah kota terlihat kusam. Ruang terbuka hijau terbatas, taman kota minim, dan ruang publik nyaris tak memadai. Estetika kota juga kerap diabaikan. Pedagang kaki lima (PKL) tumbuh di mana-mana, menjadi dilema klasik: bila ditertibkan, ekonomi rakyat kecil terancam; bila dibiarkan, wajah kota makin semrawut.

Sampit, dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, menghadapi dilema antara pertumbuhan ekonomi dan penataan kota. PKL, pasar tradisional, hingga terminal bayangan adalah wajah nyata ekonomi rakyat kecil yang sulit dipisahkan dari denyut kota. Namun, tanpa keberanian menata, kota bisa terjebak pada stagnasi.

 

Agenda Lima Besar

Dari term of reference yang disusun KAHMI, setidaknya ada lima isu besar yang akan disuarakan oleh ForumKAHMI Kotim dalam hal perkotaan:

1.      Tata Ruang dan RDTR – arah pembangunan kawasan dan legalitas ruang.

2.      Infrastruktur Dasar – jalan, drainase, kanal, transportasi, perumahan.

3.      Ruang Publik dan Estetika – taman kota, kebersihan, identitas kota.

4.      Manajemen Lingkungan – pengelolaan sampah, banjir, daerah resapan air.

5.      Sosial Ekonomi Kota – PKL, perdagangan, mobilitas, dan parkir.

Forum ini diharapkan tidak berhenti pada diskusi, melainkan menghasilkan policy brief berupa “5 Agenda Besar Penataan Kota Sampit”. Dokumen ini akan direkomendasikan kepada pemerintah daerah dan DPRD Kotim sebagai pijakan kebijakan. [KZ]

Tidak ada komentar

Ads Place