Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Pages

https://www.uhamka.ac.id/reg

Pernyataan Jokowi, Presiden Boleh Ikut Kampanye, Tuwai Banyak Kritik

Pernyataan yang disampaikan oleh Presiden RI, Joko Widodo,  beberapa waktu lalu terkait Presiden boleh ikut kampanye, menuai banyak kritik. ...


Pernyataan yang disampaikan oleh Presiden RI, Joko Widodo,  beberapa waktu lalu terkait Presiden boleh ikut kampanye, menuai banyak kritik. Hal tersebut dianggap sebagai bentuk kemunduran demokrasi dimana kepala negara, yang seharusnya menjaga netralitas dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) justeru memicu kekisruhan sebab adanya unsur kepentingan yang menguntungkan pihak tertentu.

Sebagaimana dilansir oleh TV Muhammadiyah, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, H.M. Busyro Muqoddas, turut mengkritisi pernyataan Presiden Jokowi dengan mengutip Undang-undang No. 1 Tahun 2017 tentang Pemilu pada pasal 283 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pejabat negara serta ASN dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Busyro mengungkapkan, pernyataan Jokowi terkait Presiden yang dapat ikut kampanye salah dalam kontestasi Pemilu untuk memberikan dukungan kepada calon tertentu merupakan bukti puncak krisis etika.

"Presiden cawe-cawe dan ikut kampanye adalah bukti krisis etika yang terakumulasi. Ini menunjukkan bentuk dari hilirisasi keserakahan dan kekuasaan yang semakin terang benderang" Tuturnya.

Senada dengan itu, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, seperti dikutip Tempo.com, menanggapi Jokowi yang menyatakan presiden dan menteri boleh memihak serta kampanye dalam pemilu. Menurut dia, keberpihakan presiden dan menteri justru melanggar hukum dan etik.

Menurut Bivitri, anggapan regulasi membolehkan presiden dan menteri berpihak itu salah. "Mungkin Pak Jokowi mengacu ke Pasal 282 UU Pemilu, tapi sebenarnya ada Pasal 280, Pasal 304, sampai 307, yang membatasi dukungan dari seorang presiden dan pejabat-pejabat negara lainnya untuk mendukung atau membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon" ujarnya.

Seperti dikutip oleh Detik.com saat memberikan keterangan presn di Lanut Halim Perdanakusuma pada Rabu (24/1/2024), Jokowi mengatakan bahwa demokrasi adalah hal setiap orang. "Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja, yang paling penting, presiden itu boleh loh kampanye, presiden boleh loh memihak. Boleh," ungkap Jokowi.

Ada banyak masalah yang akan muncul manakala partisipasi aktif seorang presiden dalam kampanye mendukung salah satu calon presiden. Keterlibatan presiden dalam mendukung calon tertentu dapat merusak persepsi netralitas dan imparsialitas institusi kepresidenan. Hal ini bisa memunculkan pertanyaan tentang apakah presiden benar-benar dapat menjalankan tugasnya secara adil dan objektif. Dukungan aktif dari seorang presiden dapat juga memperdalam polarisasi di masyarakat. Orang-orang yang tidak setuju dengan presiden atau calon yang didukungnya mungkin merasa dikesampingkan atau diabaikan, yang dapat memperburuk ketegangan politik dan sosial.

Disamping itu, keterlibatan dalam kampanye politik dapat merugikan kredibilitas presiden. Masyarakat akan melihatnya lebih sebagai seorang politisi yang mencari dukungan daripada sebagai pemimpin yang mengemban tanggung jawab nasional. Kampanye politik dapat membutuhkan banyak waktu dan energi. Jika seorang presiden terlalu terlibat dalam kampanye, hal ini bisa mengalihkan perhatiannya dari tugas-tugas utama pemerintahan dan menunda atau mengabaikan isu-isu yang seharusnya menjadi prioritas.

Keterlibatan presiden dalam kampanye politik juga dapat menciptakan ketidakharmonisan di internal pemerintahan. Pejabat atau staf yang tidak sependapat dengan pilihan politik presiden mungkin mengalami ketidaknyamanan atau konflik dalam menjalankan tugas-tugas mereka.

Meskipun umumnya dianggap sebagai hak warga negara untuk mendukung calon tertentu, keterlibatan aktif presiden dapat dianggap sebagai penggunaan kekuasaan yang tidak proporsional. Ini dapat mendistorsi proses demokratis dan memberikan keuntungan yang tidak adil kepada calon yang didukung oleh kepala negara.

Editor: Khilmi Zuhroni |Sumber foto: RMOL