Pimpinan Muhammadiyah di semua tingkatan memiliki tanggung jawab meluruskan pemahaman agama menurut paham dan keyakinan Muhammadiyah. Pern...
Tokoh
Muhammadiyah yang pernah menjabat sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah
(PDM) Kotawaringin Timur periode 2010 – 2015 itu melihat bahwa selama ini banyak penceramah-penceramah di Muhammadiyah yang mulai jarang merujuk pada Putusan tarjih
Muhammadiyah dalam menyampaikan perihal agama. Bahkan beberapa penceramah
justeru menggunakan referensi kitab-kitab lain yang bahkan bertentangan dengan
pemahaman agama dalam Muhammadiyah.
Menurutnya,
konsep agama khususnya yang terkait hal ibadah itu sudah final. Tidak ada lagi
hal baru dalam persoalan ibadah. Sehingga manakala ada pertanyaan-pertanyaan
terkait ibadah sudah semestinya penceraham Muhammadiyah merujuk pada putusan tarjih,
agar jamaah tidak bingung terhadap konsep dan pemahaman agama dalam Muhammadiyah.
“Kan ada tuh,
penceramah yang menyampaikan perihal keagamaan khususnya bab ibadah di jamaah
Muhammadiyah menggunakan rujukan pemikiran dan kitab lain. Padalah hal tersebut
sudah sangat jelas ada dalam putusan tarjih Muhammadiyah. Misalnya, ada penceramah
yang ditanya tentang bagaimana berdoa setelah shalat, apakah harus ikut bersama
imam atau sendiri-sendiri. Maka, carilah jawabannya dalam putusan tarjih, kalo
tidak ketemu ya cari di buku Tanya Jawab Agama yang dikeluarkan Muhammadiyah,
kan ada itu. Jangan mengajak jamaah untuk berpikir sendiri dengan membanding-bandingkan
pendapat ulama tanpa ada kesimpulannya. “ Tegasnya.
Peristiwa-peristiwa
demikian, merunutnya banyak ditemukan di Muhammadiyah. Dirinya khawatir jika
penceramah-penceramah yang dihadirkan di Pengajian Muhammadiyah tidak memahami
pemahaman agama sesuai dengan ideologi Muhammadiyah, maka kedepan warga dan
kader-kader Muhammadiyah akan semakin kehilangan jati diri dan kepribadiannya sebagai
warga Muhammadiyah.
“Maka jika
pengajian itu seputar Ibadah, Keimanan, dan Akhlak, maka sudah semestinya
dicari penceramah yang paham dengan Muhammadiyah. Lain lagi jika materinya seputar
mu’amalah, nah itu bisa saja dari penceramah yang bukan Muhammadiyah,” Terangnya.
Persoalannya
adalah referensi penceramah-penceramah Muhammadiyah semakin sedikit, sehingga
seringkali Pimpinan Muhammadiyah atau panitia yang melaksanakan pengajian
mencari penceramah lain. Justeru inilah yang harus dipecahkan. Bukan malah membiarkannya berlarut-larut. Menurutnya,
sudah seharusnya manjadi tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah dalam semua
jenjang, baik di Ranting, Cabang, Daerah maupun Wilayah dan Pusat untuk meluruskan pemahaman agama dalam Muhammadiyah,
yaitu dengan cara memperbanyak pengajian Pimpinan, pelatihan muballigh, menghidupkan
Korp Muballigh Muhammadiyah, dan pengajian-pengajian dengan Jamaah Muhammadiyah, agar Pemahaman agama
dalam paham Muhammadiyah tidak semakin tergerus dengan semakin banyaknya konten-konten
media sosial, youtube dan media online lainya yang menyajikan beragam pemahaman agama.
“Kan aneh, kalo
Pimpinan Muhammadiyah sendiri justeru yang tidak paham Muhammadiyah. Referensinya
buku-buku lain yang bahkan sering berseberangan dengan paham agama Muhammadiyah.
Ya termasuk menempatkan orang yang kurang memahami Muhammadiyah dalam
kepengurusan Mejelis Tarjih dan Tabligh, tentu akan semakin menyedihkan
Muhammadiyah. ” Pungkasnya.
Editor: Khilmi
Zuhroni
Tidak ada komentar