Momentum peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) yang berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember mendorong b...
Momentum peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) yang berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember mendorong berbagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan secara global. 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.
HAKtP pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
Sebagaimana siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang dikeluarkan pada Sabtu (2/12/2023) di laman resminya, mengungkapkan bahwa 16 HAKtP menjadi wadah untuk bertukar pikiran, serta berbagi praktik baik
dalam upaya mencegah dan menurunkan tingkat kekerasan terhadap perempuan baik
itu KDRT, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Tindak Pidana Kekerasan
Seksual (TPKS), Kekerasan Berbasis Gender (KBG), hingga Kekerasan Berbasis
Gender Online (KBGO).
Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) merupakan isu krusial
yang memerlukan perhatian serius, komitmen, dan aksi nyata dari semua pihak untuk
kembali berperan aktif dalam memperingati 16 HAKtP melalui beragam rangkaian
kegiatan.
Kementerian PPPA sendiri melakukan peringatan 16 HAKtP dengan beragam acara, diantaranya dengan talk show ‘Perlindungan Perempuan dari Segala Bentuk Kekerasan’ di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada Jumat, (1/12).
Menurut Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah
Tangga dan Rentan Kemen PPPA, Eni Widiyanti, sebagaimana disampaikan pada acara
talkshow tersebut, bahwa urgensi perlindungan perempuan di lingkup rumah
tangga, khususnya dalam kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan
bentuk kekerasan tertinggi yang terjadi pada perempuan di Indonesia. Kenyataan
ini menjadi urgensi pentingnya upaya perlindungan perempuan hingga ke dalam
lingkup rumah tangga karena kekerasan dalam bentuk apapun akan berdampak secara
signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan perempuan yang menjadi korban.
Senada dengan Eni, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kemen PPPA, Priyadi Santosa menyoroti pentingnya komitmen, sinergi, dan kolaborasi dalam menangani kasus TPPO di Indonesia. “TPPO merupakan kejahatan luar biasa yang penanganan dan pencegahannya pun perlu dilakukan secara serius dan kerja sama semua pihak, baik itu yang tergabung ke dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) maupun pihak terkait lainnya. Kompleksitas kasus TPPO tidak dapat diselesaikan seorang diri, tetapi memerlukan dukungan dalam upaya pencegahan dan penanganan yang berkelanjutan,” ujar Priyadi.
[K.Z]
Tidak ada komentar