Page Nav

HIDE

Pages

Ads Place

https://www.uhamka.ac.id/reg

Dampak Boikot, Ekonomi Israel Sekarat

Konflik Israel versus pejuang Hamas saat ini telah memasuki hari yang ke-47. Kedua belah pihak saling melakukan serangan. Dunia menyaksikan ...


Konflik Israel versus pejuang Hamas saat ini telah memasuki hari yang ke-47. Kedua belah pihak saling melakukan serangan. Dunia menyaksikan dengan antusias sambil penuh kecaman, pasalnya tentara Israel tidak hanya mengejar pejuang Hamas, akan tetapi mereka justeru telah melakukan serangan melalui udara dan darat kepada rakyat sipil di Gaza Palestina yang mengakibatkan korban anak-anak, perempuan, kelompok rentan dan lansia terus bertambah. 

Sebagaimana dilansir dari berbagai sumber, otoritas Palestina mengatakan hingga saat ini ada sekitar 13 ribu warga sipil meninggal akibat serangan brutal Israel, yang sebagian besar dari mereka adalah anak-anak.  Berbagai informasi yang beredar di media sosial, menggambarkan betapa mengerikannya situasi warga sipil Gaza dari hari ke hari. Selain menutup akses bantuan kemanusiaan, pasukan Israel juga telah melakukan kejahatan perang dengan mengebom tempat-tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, pemukiman warga bahkan lokasi pengungsian juga tak lepas dari serangan mereka.

Masyarakat dunia yang mulai geram dengan tindakan biadab nir kemanusiaan yang dilakukan Israel, telah melakukan berbagai aksi solidaritas untuk mengecam dan mengutuk invasi Israel yang kian brutal dari hari ke hari. Salah satunya dengan memboikot produk-produk buatan Israel maupun yang berafiliasi dengan Israel. Apakah gerakan boikot ini berhasil ?

Gerakan boikot terhadap produk-produk buatan Israel dan produk yang berafiliasi dengan Israel diklaim telah berhasil. Dengan aksi tersebut Israel disebut-sebut mengalami kerugian besar bahkan kini Israel diklaim mulai kesulitan membiayai perang melawan Hamas. Dilansir dari tribunnews.com (21/11/2013) konflik Israel Hamas membuat masyarakat dunia geram dan kompak memboikot produk-produk yang berafiliasi dengan Israel akibatnya sejumlah perusahaan yang menjadi sasaran boikot mulai dilanda krisis pendapatan. 

Gerakan boikot sukses menekan roda perekonomian perusahaan asal Israel bahkan kini Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dikabarkan mulai kesulitan mendapatkan pemasukan terutama untuk membiayai angkatan militernya di tengah lonjakan utang yang mencapai 8 miliar dolar Amerika Serikat. Kendati demikian belum ada laporan resmi terkait nilai kerugian yang diderita oleh Israel namun menurut data yang dirilis Aljazera pada tahun 2018 lalu Israel sempat merugi hingga 11,5 miliar dolar Amerika Serikat per tahun butut gerakan boikot produk Pro Israel.

Melansir dari CNBC, sebagaimana disampaikan oleh The Jerusalem Post, Israel membantah bahwa gerakan boikot dapat merugikan mereka. Justru, mereka menyebutkan jika hal itu hanya akan "menambah penderitaan rakyat Palestina, bukan menguranginya."

Organisasi non-profit berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), Brookings Institution, menyatakan bahwa gerakan boikot tidak akan secara drastis mempengaruhi perekonomian Israel. Sebab, sekitar 40 persen ekspor Israel adalah barang "intermediet" atau produk tersembunyi yang digunakan dalam proses produksi barang di tempat lain, seperti semikonduktor. Selain itu, sekitar 50% dari ekspor Israel adalah barang "diferensiasi" atau barang yang tidak dapat digantikan, seperti chip komputer khusus.

Namun, data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa ekspor barang-barang "intermediet" mengalami penurunan tajam dari 2014 hingga 2016 sehingga menimbulkan kerugian sekitar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 94,16 triliun. 

Bekerhasilan aksi boikot ini juga dinilai terbukti efektif, pasalnya ditengah peperangan melawan Hamas beberapa waktu lalu, parlemen Israel menyetujui permohonan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu menarik sumbangan dari warga Israel untuk membantu biaya perang. Menteri keuangan Israel, Bezalel Smotrich, bahkan berencana mengurangi anggaran beberapa kementrian untuk fokus pada pembiayaan perang melawan Hamas. [K.Z]


Tidak ada komentar

Ads Place